Minggu, 09 Januari 2011

Rahasia sukses christian 'el loco' gonzalez

Pemain yang satu ini, salah satu elemen penting dari kesuksesan Timnas Indonesia, memenangkan seluruh partai Piala AFF 2010 hingga semifinal leg-1, lalu apa yang menyebabkan pemain ini begitu bergairah ?, cintanya terhadap Islam, istri dan Indonesia yang membuat dia seperti ini, simak ceritanya di bawah ini.

Nama pesepakbola nasional, Musatafa Habibi Gonzales, atau lebih dikenal dengan Christian Gonzales, kian cemerlang. Tandukan kepalanya pada laga semifinal Piala AFF leg pertama melawan Filipina Kamis (16/12/10) malam membawa kemenangan Tim Nasional Indonesia dengan skor 1-0.

Perjalanan karier pemain yang menjadi warga negara Indonesia lewat naturalisasi itu tidak selalu mulus. Berkat dorongan dari guru dan penasihat spiritualnya, sejak menjadi muallaf, membuat Gonzales bangkit lagi dari keterpurukan dan terus menunjukkan kelasnya sebagai bintang lapangan.

Ustaz Mustafa, di Masjid Agung Al-Akbar Surabaya, membantu proses Gonzales masuk Islam. Gonzales juga memiliki guru spiritual lain yakni Hj Fatimah asal Mojosari, Mojokerto, dan Hj Nurhasanah pemimpin majelis dzikir An Nur di Gresik.

Salah seorang guru spiritual Gonzales, Nyai Nurhasanah, pengasuh Pondok pesantren An Nur di Kebomas Kabupaten Gresik Jumat (17/12/10) menyatakan dirinya meyakinkan Gonzales terhadap keajaiban dari Tuhan. Nur, biasa dipanggil Bunda, selalu menyemangati Gonzales dengan nasihat untuk selalu berdoa. Bunda juga menyarankan Gonzales agar bersujud syukur jika mencipta gol ke gawang lawan.

Menurut Bunda, kondisi Gonzales juga labil apalalagi saat perjalanan kariernya diwarnai pernik-pernik persoalan. Pada tahun 2004, Gonzales bermasalah dengan Abu Shaleh, Pengurus Daerah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Banten saat PSM Makassar menjamu Persikota Tanggerang. Tahun 2006, Gonzales bermasalah dengan Emanuel de Porras, striker PSIS Semarang. Gonzales berurusan dengan wasit Rahmat Hidayat saat melawan Pelita Jaya, Jawa Barat pada 2007.

Pada tahun 2008 Gonzales berurusan dengan Erwinsyah Hasibuan, pemain belakang dari PSMS Medan. Kondisi Gonzales semakin labil saat Komisi Disiplin PSSI memberi sanksi dilarang bermain selama setahun akibat memukul bek PSMS itu. Saat itu kondisi ekonomi keluarganya juga terpuruk, kata Bunda.

Bunda mengingatkan agar Gonzales pantang putus asa. Dia layak menjadi bintang dan masuk Tim "Merah Putih". Gonzales diminta lebih banyak berdzikir dan selalu meminum air telah disertai doa dan khataman Al-Quran. Bunda membekali Gonzales dengan berbagai macam kalimat dzikir agar selalu ingat kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Gonzales pun kemudian sukses meraih top skor pada musim kompetisi Indonesia Superliga 2009 bersama klub Persib Bandung dengan mencetak 14 gol. Pamor Gonzales bersinar lagi dan dipanggil untu k memperkuat Tim Nasional. Menurut Bunda, Gonzales sering ikut mengaji dan shalat di mushola An Nur di Kebomas Gresik.

Setiap hari raya Idul Fitri, Gonzales melaksanakan shalat di mushalla An-Nur bersama istrinya, Eva Nurida Siregar. Hingga saat ini Gonzales mendapatkan kiriman air khataman Al Quran termasuk pada laga leg kedua semifinal Piala AFF 19 Desember mendatang.

"Kami hanya mendorong agar dia dikuatkan hati dan fisiknya. Saya menganggap semua yang ikut majelis dzikir kami sebagai anak, termasuk Gonzales, sehingga saya pun dipanggil Bunda," kata Bunda sebelum berangkat ke Pekanbaru.

Akhir tahun 2002, setelah sempat bermain untuk klub di Portugal, Campo Mayor, Gonzales memutuskan menerima tawaran bermain di Indonesia, negeri asal istrinya, Eva Nurida Siregar. Pada Liga Indonesia (LI) IX tahun 2003, Gonzales berkostum PSM Makassar, klub pertamanya di Indonesia.

Setelah tinggal di Indonesia, Gonzales mengenal lebih jauh dunia Islam. Dia mengenal Islam tidak hanya dari istrinya, tetapi juga dari lingkungan sekitarnya. Setelah menuntaskan musim pertamanya di Indonesia dengan mencetak 33 gol dan mengantarkan PSM men jadi runner-up LI IX/2003, Gonzales memutuskan masuk Islam pada tanggal 9 Oktober 2003. Gonzales menjadi top skor selama empat tahun berturut-turut.

Gonzales memiliki nama lengkap Christian Gerard Alfaro Gonzales dilahirkan di Montevideo, Uruguay, pada 30 Agustus 1976 dari ayah angkatan militer, Eduardo Alfaro; dan ibu seorang suster di rumah sakit Montevideo, Meriam Gonzales. Kedua orangtuanya penganut Katolik yang taat. Gonzales merupakan anak ketiga dari enam bersaudara yang juga tata beragama. Sedikitnya dua hingga tiga kali seminggu dia ke Gereja.

Perkenalannya dengan dunia sepak bola, dimulai ketika dia berusia enam tahun. Semula, ayahnya berharap Gonzales dapat meneruskan jejaknya di militer, namun Gonzales lebih gila bola. Pada tahun 1994 saat usianya 18, pria yang suka warna hitam itu bertemu wanita muslim asal Indonesia kelahiran Pekanbaru, Eva Nurida Siregar di Cile, Amerika latin. Saat itu, Eva menekuni salsa di sekolah Vinadelmar. Gonzales menikah dan hidup bersama dengan Eva Nurida Siregar di Uruguay pada tahun 1995.

Karier sepak bola pria yang memiliki tinggi badan 177 sentimeter itu terus berkembang, mulai dari Klub Penarol Uruguay (1988-1991), South Amerika (1994-1995), Huracan de Carientes Argentina (1997) dan Deportivo Maldonado (2000-2002).

Perkembangan karier Gonzales tidak lepas dari kiprah Eva. Setiap kali pemain sepak bola yang dijuluki "El Loco" (Si Gila) ini mau berangkat bertanding, Amor panggilan sayang Gonzales pada Eva, selalu memanjatkan doa kepada Allah. Eva sengaja mengeraskan suara dengan harapan Gonzales dapat mendengarnya.

Kebiasaan itu membuat Gonzales mulai tertarik dengan ajaran Islam. Ia sendiri tidak akan beranjak pergi sebelum Eva selesai berdoa. Berkat doa Eva, Gonzales menemukan kedamaian dan ketenangan. Doa ini pula yang membuat dirinya semakin bersemangat dan optimis setiap kali bertanding di lapangan hijau.

Gonzales juga memerhatikan kebiasaan Eva yang selalu mengucapkan Bismilah ketika mau melakukan sesuatu atau mengucapkan Istighfar ketika dihadapkan pada konflik, juga Alhamdulillah sebagai ucapan syukur.

Setiap kali berangkat bertanding Gonzales selalu membawa tasbih dan beberapa buku doa di tasnya. Pada saat membela tim Persib Bandung, pria berkalung ayat kursi ini menggunakan nomor punggung 99 yang merupakan isyarat asma Allah yang dikenal dengan asmaul husna.

Pengagum Tom Cruise itu, pada tahun 2002 menerima tawaran dari agen sepak bola untuk bermain di Indonesia. Ia pun tertarik dan akhirnya menerima tawaran tersebut dengan merumput di Indonesia bersama PSM pada tahun 2003.

Istri Gonzales tidak pernah memaksanya masuk Islam. Tetapi Gonzales sering membaca buku tentang Islam milik Eva secara diam-diam. Pada 9 Oktober 2003 Christian Gonzales memutuskan masuk Islam atas dasar kemauan sendiri dengan disaksikan oleh ustadz Mustafa di Masjid Agung Al Akbar Surabaya.

Christian Gerard Alfaro Gonzales kemudian diberi nama Mustafa Habibi. Nama Mustafa diambil dari guru spiritualnya, Ustadz Mustafa, sedangkan Habibi (cintaku) diambil karena rasa cinta sang istri amat besar kepada Christian Gonzales.

Keislaman penggemar Tim Manchester United itu kemudian disahkan di Kediri dengan Piagam Muallaf dari Kantor Urusan Agama. Pernikahan antara Christian Gonzales dengan Eva Siregar juga disahkan secara Islam.

Selama di Kediri, ayah empat anak ini bermain membela Persik Kediri dan tinggal di perumahan Taman Persada. Setiap tengah malam Mustafa Habibi Gonzales terbiasa membangunkan istrinya untuk shalat tahajud atau sekadar berdoa (Subhanallah).

Setiap kali pertandingan akan digelar keesokan harinya, Eva sang istri selalu mengadakan pengajian yang dihadiri oleh ibu-ibu sekitar rumahnya dan diakhiri dengan pembacaan doa. Saat pengajian berlangsung, Gonzales selalu memperhatikan pengajian dan duduk di samping Eva atau terkadang ia duduk di belakang ibu-ibu pengajian.

Gonzales marah jika ada orang yang mengajaknya ke klub atau tempat hiburan malam. Harta yang ia raih dari perjuangannya di persepakbolaan lebih banyak diberikan kepada anak yatim, fakir miskin dan ibu-ibu pengajian sebagai zakat dan shadaqah.

Ingin Naik Haji

Gonzales beserta istrinya berkeinginan untuk menunaikan haji tahun 2008. Saat itu Allah berkehendak lain uang yang didapatkan dari peralihan top skor Rp 50 juta digunakan membiayai operasi istrinya untuk melahirkan anak keempat, Vanesa Siregar Gonzales. Tahap awal Gonzales akan umroh bersama istrinya, kata Bunda.

Biodata Pemain :
Nama Muslim : Mustafa Habibi
Nama lengkap: Christian Gerard Alvaro Gonzalez
Templat, tanggal lahir: Montevideo, Uruguay, 30 Agustus 1976
Tinggi / Berat Badan: 177 cm / 80 Kg
Posisi: Striker
Julukan: El Loco
Istri: Eva Nurida Siregar
Anak: Fernando, Florencia, Amanda, Michael
Nomor Punggung Klub: 99

Klub:
1990-1995 Defensor Sporting
1995-1997 Sud America – Main 1 – Gol 0
1997-1999 Huracan Ctes (status: pinjaman) – Main 3 – Gol 0
1999-2000 Sud America – Main 12 – Gol 1
2000-2003 Deportivo Maldonado – Main 22 – Gol 1
2003-2005 PSM Makassar – Main 26 – Gol 27
2005-2008 Persik Kediri – Main 83 – Gol 88
2008-2009 Persib Bandung (status: pinjaman) – Main 16 – Gol 14
2009- Persib Bandung – Main 38 – Gol 32 (sampai saat ini)

Semoga dia semakin tenang dan membawa prestasi untuk Timnas kita, Jaya terus bangsaku..!!
Semoga memberi inspirasi.
Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6308793
http://bola.kompas.com/read/2010/12/17/16441929/

Keterpurukan

- Sepakbola Indonesia Sedang Terpuruk -
Siapa yang berani menyangkal kalimat di atas..?? Siapapun mereka yang menyangkal dengan mencoba memberikan berbagai macam alasan, menurut pendapat saya mereka hanyalah orang-orang yang tengah mencoba menghibur diri, dengan mencari-cari pembenaran atas keterpurukan tersebut…
Secara pribadi, saya tidak pernah menyangkal akan hal tersebut. Selama ini kita hanya mampu menjadi negara yang “Hampir“, iya hanya selalu menjadi yang hampir. Hampir mengalahkan Uni Soviet, hampir mengalahkan Manchester United, hampir lolos Olimpiade, hampir lolos Piala Dunia, hampir lolos putaran kedua Piala Asia, hampir juara Piala Tiger (Suzuki) dan masih banyak lagi hampir-hampir yang lain…
Apa yang dapat dibanggakan dari kata “Hampir” itu sendiri..?? Sejujurnya tidak ada bukan..?? Saya tidak ingin mengomentari hampir-hampir di masa lalu, karena saya memang belum terlahir dan hanya mendengar dari cerita kebanyakan orang, sehingga saya merasa kurang berhak berkomemntar mengenai hal tersebut…
Mungkin akan lebih pas jika saya mengambil contoh peristiwa hampir di masa-masa sekarang. Peristiwa “Hampir” yang dimana saya sendiri ikut terlibat di dalamnya, yaitu hampir lolos ke putaran kedua Piala Asia 2004 dan 2007…
Pada Piala Asia 2004 (China) dan 2007 (Jakarta), Indonesia hampir saja lolos ke putaran kedua. Kita kalah di partai terakhir, yang seharusnya hanya membutuhkan hasil seri saat melawan Bahrain (2004) dan Korea Selatan (2007). Banyak pihak menilai jika Indonesia tampil luar biasa, mungkin itu betul, akan tetapi apa hasil akhirnya, sama saja gagal bukan. Jadi tidak ada yang dapat dibanggakan dari kata hampir itu sendiri,“Gagal adalah gagal.. Titik..!!!”…
Bangsa kita selalu terbelenggu dengan cara berpikir yang instan, yaitu ingin mencapai sebuah kesuksesan dengan cara instan. Selama ini kita selalu berusaha mengirim sebuah tim belajar/berlatih ke luar negeri selama 2 sampai 4 tahun, agar kelak tim tersebut mampu menjadi sebuah tim nasional yang kuat…
Hal tersebut memang tidak salah, akan tetapi alangkah lebih bijaksananya jika kita menggunakan uang jutaan dollar tersebut, untuk membangun sebuah pemusatan latihan bertaraf international di dalam negeri. Sehingga tempat tersebut dapat digunakan menjadi kawah candradimuka, guna mendidik talenta-talenta muda kita secara bertahap setiap tahunnya…
Sehingga setidaknya kita sudah mempunyai sebuah akademi sepakbola dengan sarana dan prasarana yang memadai, hal tersebut tentu dapat digunakan sampai kapanpun. Jika kita lihat saat ini, berapa banyak akademi di Indonesia yang memiliki standart fasilitas yang baik, sangat kurang menurut pandangan saya…
Saya lebih setuju jika kita membangun sebuah akademi yang lengkap dan modern serta mendatangkan seorang instruktur teknik berkualitas dari luar negeri. Instruktur tersebut bertugas membuat program latihan yang akan dilaksanakan oleh staf-staf pelatih lokal yang memimpin pada setiap kelompok umurnya. Sehingga pembinaan berjenjang, berkesinambungan, terprogram serta selaras itu akan terwujud (karena semua program berasal dari satu direktur teknik)…
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para pemain nasional di atas angkatan saya, para legenda sepakbola Indonesia dan para pahlawan sepakbola tanah air. Sejujurnya saya sudah muak dan mulai bosan dengan cerita yang bertajuk “Zaman Om Dulu”. Cerita di mana selalu bertopik perbandingan antara zaman dahulu dengan zaman sekarang…
Setiap zaman akan selalu berbeda. Berbeda pandangan, berbeda tanggapan, berbeda tantangan, berbeda apresiasi serta berbeda prestasi. Secara pribadi saya tidak pernah menafikan kehebatan individu para legenda persepakbolaan Indonesia tersebut. Akan tetapi secara prestasi tim nasional, sejujurnya tidak jauh berbeda dengan zaman sekarang, yaitu sama-sama Nol Besar
“Jika Tim Nasional Indonesia pada zaman dahulu sangat hebat, mengapa kita baru bisa lolos Piala Asia pada tahun 1996″ padahal ajang ini sendiri sudah digelar sejak tahun 1956 di Hongkong. Yang membedakan zaman sekarang dengan zaman dahulu adalah alat pembanding. Yang saya maksud alat pembanding di sini berkaitan erat dengan teknologi pada zaman dahulu dan zaman sekarang…
Zaman dahulu teknologi pertelevisian di negara kita masih sangat terbatas, semua stadion di pelosok negeri selalu dipadati oleh para penikmat bola yang fanatik, karena hanya itu satu-satunya hiburan mereka. Stasiun TV di negara kita saat itu, tidak menyiarkan liga Spanyol, Itali, Inggris, Jerman dll. Oleh karena itu mereka tidak mempunyai pembanding dalam menilai kehebatan sebuah individu maupun sebuah tim…
Sedang saat ini pembandingnya sangat jelas, hampir setiap akhir pekan masyarakat kita disuguhi pertandingan liga-liga di Eropa, belum lagi Liga Champions Eropa, Piala Eropa, Piala Dunia dan masih banyak lagi. Hal tersebut membuat fanatisme masyarakat sedikit demi sedikit mulai terkikis, banyak penikmat bola yang lebih memilih menyaksikan petandingan liga-liga Eropa di rumah sambil ngeteh atau ngopi, daripada menyaksikan pertandingan Liga Indonesia secara langsung ke stadion…
Membandingkan liga-liga di Eropa dengan liga Indonesia jelas bagai bumi dan langit, baik dalam segala hal. Pemain-pemain lokal zaman sekarang jelas akan terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan individu-individu level dunia seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Didier Drogba, David Beckham dll…
Sedangkan para legenda sepakbola kita zaman dahulu dikenal dan disanjung-sanjung bagai dewa pada masanya. Disamping karena memang mereka adalah individu-individu yang hebat, disisi lain masyarakat tidak punya bahan pembanding, yang mereka lihat dan mereka baca di media ya hanya pemain-pemain itu saja…
Zaman sekarang banyak masyarakat kita yang lebih mengenal para pemain dan kesebelasan di Eropa dari pada pemain dan klub lokal kita sendiri. Siapa yang tidak menyukai permainan indah dan talenta luar biasa para pemain dunia tersebut. Banyak diantaranya yang menyukainya karena skill permainannya, negara asal, klub asal atau malah ketampanannya. Bahkan fans club dari klub-klub ternama di Eropa tersebut banyak bertebaran di Indonesia…
Inti dari apa yang ingin saya sampaikan di sini sebenarnya adalah. Sudah saatnya mari kita kesampingkan ego, arogansi, gengsi serta ke sok hebatan kita masing-masing. Setiap generasi mempunyai sisi terang dan sisi gelapnya sendiri dan setiap zaman pasti juga mempunyai kebanggan masing-masing…
Yang kita buntuhkan sekarang ini bukanlah siapa yang lebih jago, siapa yang lebih berprestasi atau siapa yang lebih hebat. Mari kita tanggalkan itu semua, mari kita menelanjangi diri kita dan mengakui bahwa sepakbola Indonesia ini tidak mempunyai prestasi yang dapat dibanggakan, “Tidak dahulu dan tidak juga zaman sekarang”
Sepakbola kita ini sudah sedemikian terpuruknya, sehingga dibutuhkan pembenahan sedini mungkin pada setiap aspeknya. Para legenda tersebut jelas dibutuhkan saran dan masukannya untuk generasi yang lebih muda, mengingat beliau-beliau sudah banyak mengenyam asam garam dunia persepakbolaan tanah air…
Sudah bukan saatnya lagi untuk mencari kambing hitam, kambing coklat, kambing putih maupun kambing belang lagi. Sekarang saatnya untuk kita duduk bersama dan bertukar pikiran untuk mencari solusi dari keterpurukan persepakbolaan tanah air ini yang sudah sedemikian akut ini…
Jika kita selalu menengok ke masa lalu, maka sejatinya prestasi terbesar negara kita adalah saat berpartisipasi di Piala Dunia ketiga di Prancis pada tahun 1938, saat masih bernama Hindia belanda. Tetapi apa bangganya dengan fakta tersebut diatas..?? Tidak ada…!!!
Maka sekarang tidak ada lagi waktu untuk bernostalgia dan bercerita dengan topik “Zaman Om Dulu”. Sekarang sudah tiba saatnya untuk melakukan gerakan secara nyata, untuk merubah wajah persepakbolaan negara kita tercinta ini menjadi lebih baik dan lebih bermartabat tentunya….
Rasanya, kita sudah cukup memberi toleransi terhadap berbagai kegagalan dan mengatakan “Semoga di lain waktu kita berhasil”. Jangan ada lagi cerita hampir ini dan hampir itu di masa-masa yang akan datang. Mari kita bekerja keras dan saling bahu membahu, agar suatu saat nanti generasi di bawah kita mampu berkata “Iya kami hadir di Piala Asia, iya kami lolos Olimpiade atau bahkan iya kami INDONESIA berpartisipasi di Piala Dunia”..
“Bravo Sepakbola Indonesia”

Ditulis oleh  : bambang pamungkas (bp20)
Sumber        : www.bambangpamungkas20.com

“Sebuah janji di tengah malam yang sunyi”

Dalam paragraf terakhir salah satu artikel saya (Special treatment for special person - 2008), terdapat sebuah kalimat yg berisi demikian. “Itu adalah komitmen saya sejak pertama kali saya di beri kehormatan menggunakan seragam kebesaran merah - putih 9th lalu. Dan satu hal lagi, saya siap menerjang apapun badai yg akan menerpa saya, karena - Saya Bukan Seorang Pengecut…!!!
Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas sebuah kata dalam kutipan kalimat diatas, yaitu komitmen 9th yg lalu (Saat artikel tersebut saya tulis) atau 11th yg lalu (Saat saya menulis artikel ini). Sebuah peristiwa yg sejujurnya ringan, akan tetapi memberikan makna yg sangat dalam bagi pribadi saya, karir saya, cara saya berpikir serta karakter saya dalam menjalani pekerjaan sebagai pemain sepakbola..
Dan di bawah ini adalah ceritanya:
“Once, when i was young and started to play football, my bigest dream was to wear the red - white colour jersey and play for my country. And that dream remains, until now”
Sepulang bermain untuk timnas Indonesia di ajang Sea Games 1999 di Brunei Darussalam, saya menyempatkan diri pulang dan sowan pada kedua orang tua saya di Getas, Kec pabelan, Kab semarang. Saat itu, dua minggu menjelang Liga Indonesia VI di bergulir. Mengingat saya belum mempunyai klub, maka saya memutuskan untuk beristirahat dulu di kampung halaman…
Ada satu hal yg unik dalam perjalanan karir saya sebagai pemain sepakbola, hal unik yg mungkin tidak akan pernah dialami oleh pemain sepakbola lain republik ini. Yaitu, saat pertama kali saya bermain untuk tim nasional Indonesia, status saya masih sebagai pemain amatir (Belum bermain di liga Indonesia). Saat itu saya baru saja lulus dari kelas 3 IPS 2, di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Salatiga. Sebagai pemain sepakbola, saya hanya berstatus sebagai pemain dari Diklat Sepakbola Salatiga…
Saya mendapat kehormatan tersebut, karena dalam ajang piala asia usia 19th dan pra olimpiade saya tampil cukup impresif. Kebetulan saat itu, timnas U 19, timnas pra olimpiade dan timnas senior di kepalai oleh seorang pelatih yg sama, yaitu pelatih asal Jerman yg bernama Bernard schoem…
Dalam artikel saya (Diskusi via Twitter part one - 2009), saya sempat menyebutkan bahwa, salah satu hal yg paling saya sukai dari pelatih asing adalah, seorang pelatih asing selalu berani memberi kesempatan pada para pemain muda untuk unjuk kebolehan. Mereka selalu berpikir jauh ke depan dengan menyiapkan pemain-pemain muda, agar regenerasi dan keseimbangan sebuah tim terjaga dengan baik..
Dalam ajang Sea Games tersebut, banyak ilmu dan pengalaman yg saya dapat, karena saat itu saya mendapat kesempatan untuk bermain dalam satu tim bersama pemain-pemain kelas satu di negeri ini. Sebut saja Bima sakti, Widodo C Putra (assisten pelatih tim nas saat ini), Aji Santoso, Anang Ma’ruf, Nur alim, Bejo Sugiantoro, Rochy Putiray, I Komang Putra, Hendro kartiko, Ali Sunan, Uston Nawawi, Agung Setyabudhi dll (Sangat di sayangkan Kurniawan D.J tidak berada dalam tim). Ketika itu kami berhasil membawa pulang medali perunggu, setelah mengalahkan Singapura di perebutan tempat ke tiga, melalui adu pinalty..
Sepulang dari ajang Sea Games 1999 tersebut, banyak hal yg berubah dalam kehidupan sehari-hari saya. Secara pribadi sejujurnya saya merasa tidak berubah, yg berubah adalah hal-hal di sekitar diri saya. Orang-orang mulai menegur saya ketika saya tengah berjalan, mereka tersenyum ramah kepada saya, ada beberapa yg meminta tanda tangan, akan tetapi tidak banyak atau boleh dikatakan jarang yg meminta berfoto bersama, karena saat itu tehnologi yg bernama handphone belum menjamur seperti saat ini, bahkan saat itu sayapun belum mempunyai ponsel pribadi…
Ketika berlibur di kampung halaman, saya banyak mengabiskan waktu saya berkumpul bersama orang tua dan saudara-saudara saya. Tidak lupa, saya juga menyempatkan diri untuk bermain kembali dengan sahabat-sahabat sepermainan saya, baik teman sekampung, sahabat di sekolah maupun rekan-rakan saya di Diklat salatiga…
Suatu hari saya pulang larut malam, kira-kira pukul 11 malam saya sampai di rumah. Saat itu saya pulang bersama seorang teman yg bernama Wasis Budiman, seorang pemain Diklat salatiga yg berasal dari kota Rembang, boleh di katakan dia adalah sahabat saya yg paling dekat…
Jarak Salatiga dengan Getas kira-kira memakan waktu 15 menit, saat itu kami berdua mengendarai sepeda motor Honda mega pro milik ayah saya. Wasis memegang kendali kemudi, sedang saya duduk di belakang sebagai penumpang (Sekedar untuk di ketahui, saat itu saya belum bisa menaiki sepeda motor, saya baru bisa mengendarai sepeda motor di usia 29th hehehe)..
Maka selama 15 menit, kamipun memacu sepeda motor tadi dengan kencangnya membelah suasana malam yg gelap, sunyi dan sangat dingin. Perjalanan itu sendiri terasa cukup mencekam, karena untuk sampai ke desa saya, kami harus melewati hamparan sawah yg luas serta dua buah pemakaman yg sudah cukup tua. Bagi mereka yg tidak terbiasa, saya yakin rasa takut akan datang menghampiri, akan tetapi bagi kami orang-orang kampung seperti saya, suasana tadi adalah salah satu daya tarik yg malah sampai saat ini selalu ingin saya ulangi kembali…
Sesampainya dirumah, kopi panas adalah hal pertama yg kami cari. Teras depan rumah orang tua saya, kami pilih menjadi tempat untuk menikmati kopi tubruk tersebut. Beberapa pisang goreng sisa tadi sore, terasa sangat nikmat dan pas untuk menjadi teman si kopi hitam yg kental tadi…
Sambil mengunyah pisang goreng dan menyeruput kopi panas, saya dan Wasis pun berbincang bincang ringan, membahas hal-hal yg lazimnya di bahas oleh anak-anak muda seusia kami. Hal tersebut membuat kami sesekali tertawa terkekeh-kekeh di tengah kesunyian malam tersebut. Bahkan beberapa kali, petugas ronda yg kebetulan lewat di depan rumah sayapun memperingatkan kami, tentunya sembari bercanda, karena mereka adalah teman-teman saya juga..
Jam Guess palsu ditangan kanan saya sudah menunjukkan pukul 00:45 pagi saat kami berdua memutuskan untuk beristirahat. Saat berjalan memasuki rumah, saya sempat terperanjat karena melihat sesuatu yg baru di ruang tamu. Di keremangan ruangan, nampak sebuah pigura kaca besar terpasang di salah satu sudut ruangan ini. Barang ini tidak pernah ada sebelumnya, maka secara reflek sayapun berjalan menghampiri pigura tersebut..
Setelah saya perhatikan dengan seksama ternyata pigura kaca tersebut berisi jersey tim nasional yg saya kenakan di perhelatan Sea Games yg lalu. Tanpa sepengetahuan saya, ternyata ayah saya telah memesan sebuah figura untuk memajang jersey tersebut. Mungkin itu adalah ungkapan rasa bangga dari seorang ayah yg anaknya mendapat kesempatan membela negaranya..
Saat itu saya mempersilahkan Wasis untuk berangkat tidur terlebih dahulu. Agar nampak lebih jelas lampu ruang tamupun saya nyalakan, maka sekarang nampak jelas sebuah baju tim nasional berwarna merah dengan motif garis horizontal putih serta bernomor 20 di bagian dada. Bagian depan baju ini penuh dengan tanda tangan seluruh anggota squad tim nasional saat itu. Di bagian tengah, terdapat tanda tangan kapten kesebelasan saat itu, yaitu Bima Sakti beserta tulisan “Semoga Sukses buat Bambang” di bagian bawah namanya..
Itu adalah jersey pertama saya bersama tim nasional Indonesia, jersey itu memiliki nilai sejarah yg sangat tinggi dalam perjalanan karir sepakbola saya. Saya ingat, ketika pertama kali saya menunjukkan jersey tersebut kepada ayah saya, dengan semangat ayah saya langsung mengenakannya, bahkan menggunakan nya untuk bermain tenis bersama rekan-rekan sekantor beliau di sore harinya. Dengan bangganya ayah saya menceritakan setiap detail tanda tangan pemain nasional yg ada di atas jersey tersebut..
Dari raut muka ayah saya, nampak sekali jika beliau sangat bangga memakai seragam tersebut. Bahkan saya melihat, mungkin melebihi kebanggaan saya sendiri ketika mengenakannya. Terlihat sedikit norak dan kampungan memang, akan tetapi menurut pendapat saya, itulah sebuah ungkapan perasaan yg spontan dan jujur dari ayah saya..
Setelah saya perhatikan dengan seksama, ternyata pigura ini sedikit kurang simentris dalam pemasangannya, salah satu ujungnya nampak lebih tinggi dari sisi yg lain, maka dengan segera sayapun membetulkan letak pigura tersebut. Malam itu, sambil memandang jersey tersebut sayapun berjanji dalam hati. Sebuah janji yg akan selalu saya pegang, sampai saatnya nanti saya harus berhenti. Iya, sampai saatnya nanti saya harus berhenti..
Saya berjanji untuk selalu berusaha menepati dan menyanggupi setiap panggilan dari tim nasional Indonesia, apapun keadaannya. Saya akan selalu berusaha untuk datang tepat waktu, memberikan kemampuan terbaik saya, serta memberikan dedikasi tertinggi saya kepada pasukan garuda, dalam apapun kendalanya..
“Kemampuan saya mungkin akan berangsur surut seiring dengan berjalannya waktu, ketajaman saya sebagai seorang striker mungkin lambat laun akan memudar seiring dengan berkembangnya permainan sepakbola itu sendiri. Akan tetapi “TIDAK” dengan komitmen dan dedikasi saya kepada tim merah - putih. TIDAK AKAN PERNAH BERUBAH…!!!”
Di belahan dunia manapun, bermain untuk tim nasional adalah puncak dari karir seorang pesepakbola, tidak ada yg dapat memungkiri itu. Memakai jersey merah-putih adalah perpaduan antara sebuah tanggung jawab dan kebanggan yg luar biasa. Sebuah kebanggan yg tidak akan pernah dapat di nilai dengan sekedar sebuah mata uang..
Menyayikan lagu Indonesia Raya bersama puluhan ribu pendukung garuda, merupakan sebuah pengalaman yg tidak akan pernah dapat di lukiskan dengan kata-kata (Baca: Artikel ketika sebuah lagu menyadarkan saya - 2008). Saya akan selalu berusaha menghayati dan menyanyikan lagu tersebut dengan lantangnya, dalam setiap penampilan saya bersama tim nasional Indonesia. Sebuah rasa kebanggaan yg hanya akan anda pahami, ketika anda mengalaminya sendiri..
Sebagai pemain, ada sebuah prinsip yg akan selalu saya pegang dalam karir sepakbola saya. Yaitu, saya akan selalu berusaha memberikan kemampuan terbaik saya dan mensupport tim baik di atas lapangan, dari bangku cadangan maupun dari tribun penonton..
Terkadang kita harus mampu mengesampingkan ego pribadi demi keutuhan tim, karena kebutuhan tim diatas segalanya, apalagi hal tersebut menyangkut kepentingan negara. bagi saya, apapun keputusan pelatih adalah bersifat mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat. Sebuah keputusan yg harus di hormati oleh seluruh komponen di dalam tim, karena memang begitulah cara kerja orang-orang profesional..
Saya selalu berusaha menjaga hubungan profesional secara baik dengan siapapun pelatih yg menangani saya bersama tim nasional. Dan sejujurnya, itu merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan saya bertahan selama 11 th, tampil sebanyak 81 kali dan mencetak 37 gol untuk negara yg sangat saya cintai (Sampai saat ini)..
Seperti halnya pigura kaca tersebut, yg sampai dengan saat dimana saya menulis artikel ini, masih menempel dengan kokoh di tempat yg sama dan tidak bergerak sedikitpun. Maka sampai detik ini, keyakinan, komitmen dan dedikasi saya juga tidak bergerak dan berkurang sedikitpun, tidak akan pernah berkurang kawan, sampai kapanpun. Saya tidak akan berhenti bermain untuk tim nasional, sampai suatu saat nanti, tenaga dan pikiran saya tidak dibutuhkan lagi oleh pelatih tim nasional..
“Cepat atau lambat, jersey merah - putih ini pasti akan tanggal dari badanku. Akan tetapi satu hal yg pasti, lambang garuda itu akan tetap melekat di dada kiriku, tinggal disana sampai akhir hayatku”
One faith, one flag, one mission, one heart and one love for INDONESIA..

Ditulis oleh  : bambang pamungkas (bp20)
Sumber        : www.bambangpamungkas20.com

"Tetap Semangat Garudaku"

Di hadapan 100 ribu pendukung merah-putih yg memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno, air mata itu tumpah. Di saksikan oleh jutaan pasang mata yg menonton melalui layar kaca, kami kembali tersungkur. Kesedihan itu kembali menyapa, kegetiran itu kembali menghampiri, rasa pahit itu kembali harus di telan, dan kegagalan itu harus kembali kita rasakan bersama..
Beberapa pemain nampak menangis tersedu-sedu, beberapa yg lain terlihat  berkaca-kaca, sisanya nampak membuang tatapan nanar, kosong seakan tidak percaya. Sungguh sangat wajar jika mereka terlihat sangat sedih dan terpukul malam itu. Setelah mengawali gelaran piala AFF ini dengan begitu impresif dan elegan, akhirnya kami harus kembali tertunduk lesu..
Mari kita sedikit menengok ke belakang. Dengan hasil 6 kemenangan dan hanya 1 kali menelan kekalahan, ternyata kami belum juga mampu membawa pulang Trophy itu ke pangkuan ibu pertiwi. Bandingkan dengan pencapaian sang juara Malaysia, yg hanya berbekal tiga kemenangan, dua kali hasil seri dan dua kali kekalahan..
Sepakbola memang penuh misteri, terkadang hasil pertandingan tidak selamanya terlihat fair dan dapat diterima oleh akal sehat. Bagaimana tidak aneh, 3 kali kita berhadapan dengan Malaysia, dengan hasil 2 kemenangan dan 1 kekalahan, akan tetapi pada akhirnya merekalah yg keluar sebagai juara..
Aneh dan sedikit sulit di terima akal sehat bukan..?? Itulah sepakbola, Malaysia mengalami kekalahan di saat yg tepat, sedangkan kekalahan kita terjadi disaat-saat yg paling krusial dalam sebuah kejuaraan (Dan dalam skor yg juga cukup mencolok)..
Akan tetapi sekali lagi, itulah sepakbola. Sama persis dengan apa yg pernah saya sampaikan dalam artikel (Indonesia Masih Bisa: 2010), “Football is an unpredictable thing. Some results will make you shock, but that’s the thing that makes it passionate, the mystery in it”..
Sehari setelah Indonesia memastikan diri masuk final, kami sempat diundang dalam sebuah acara makan siang oleh Bpk Aburizal Barkie di kediaman beliau. Saat ramah tamah, saya sempat berbicara di depan semua yg hadir dalam acara tersebut. Dan jika saya tidak salah, acara tersebut juga di siarkan secara LIVE oleh salah satu stasiun TV swasta di negeri ini..
Ketika itu  saya berbicara demikian, “Ini bukanlah final pertama untuk kita (Indonesia), ini adalah final ke 4 setelah pada 3 final sebelumnya kita selalu gagal. Keberhasilan ini memang patut di rayakan, akan tetapi seharusnya tidak mengurangi fokus dan konsentrasi kita di 2 laga final, yg menurut saya sangat berat”..
Dan ternyata apa yg saya khawatirkan menjadi kenyataan. Kita sempat kehilangan konsentrasi pada pertandingan leg pertama di stadion Bukit Jalil. Hal tersebutlah yg mengakibatkan kita harus menerima 3 gol hanya dalam waktu kurang lebih 15 menit. Iya, bencana 15 menit yg membuat kita harus bekerja dengan sangat keras di Jakarta pada leg ke dua..
Saya kurang sependapat dengan beberapa kalangan yg menyalahkan keberadaan sinar laser di stadion Bukit Jalil, ketika itu. Iya, sinar laser tersebut memang sedikit banyak mengganggu, akan tetapi alangkah kurang bijaksana jika kita menjadikan hal tersebut sebagai alasan utama atas kekalahan kita malam itu…
Usai pertandingan, banyak sekali pengamat (Baik yg mengerti maupun yg kurang mengerti tentang sepakbola) menyalahkan para punggawa timnas yg dalam pandangan mereka bermain sangat buruk. Beberapa pemain mendapatkan sorotan yg sangat tajam dan bahkan beberapa pemain tersebut di nilai tidak pantas berseragam merah-putih..
Bagi saya pribadi, hal tersebut sungguh sangat menggelikan. Saya memang sependapat jika beberapa pemain sempat melakukan kesalahan. Akan tetapi bukankan secara keseluruhan dalam 5 pertandingan sebelumnya, mereka telah melakukan kerja yg luar biasa bagi tim ini. Apakah anda sekalian lupa akan fakta tersebut..??
“Setiap orang yg berusaha dan bekerja dengan keras, suatu saat pasti akan membuat kesalahan. Sedangkan mereka yg hanya duduk berdiam diri serta berpangku tangan, tidak akan pernah berbuat salah”
Sebagai pemimpin dari tim ini, saya tidak akan pernah membiarkan salah satu pemain tertinggal di belakang. Saya akan selalu pastikan, jika semua pemain tetap bergandengan tangan dan berjalan di garis horizontal yg sama. Seperti yg pernah saya sampaikan dalam artikel (Indonesia Masih Bisa : 2010) “Sebagai sebuah tim, kita menang bersama-sama dan sudah seharusnya kita juga kalah kalah bersama-sama”..
Dan pada akhirnya, sayalah yg akan bertanggung jawab mengenai apapun yg terjadi di dalam tim ini (Tentu di luar konteks Manager dan Pelatih kepala). Saya adalah pemain yg berbicara atas nama tim ketika konferensi pers sesaat setelah laga final digelar. Iya, saya sengaja datang dalam konferensi pers tersebut, karena itu merupakan tanggung jawab saya, sekali lagi itu merupakan tanggung jawab saya..
Saat itu, di depan seluruh wartawan baik dalam maupun luar negeri yg hadir, saya berbicara demikian:
“Awal sekali tahniah (Selamat) untuk Malaysia, yg telah berhasil memenangi gelar AFF Cup tahun ini.. Dan mengenai tim Indonesia, menurut saya tidak ada yg salah dengan tim ini, kami berhasil memenangkan pertandingan malam ini, hanya saja kami tidak mampu untuk menjadi juara.. Terima kasih atas dukungan dari semua pihak yg terkait dan selamat malam”
Diantara seluruh punggawa merah-putih, mungkin saya adalah pemain yg paling terpukul dengan kegagalan tersebut. Ini merupakan kegagalan saya untuk yg kesekian kalinya, pertandingan melawan Malaysia di final itu sendiri, adalah penampilan saya ke 86 untuk merah-putih dalam kurun waktu 11 tahun, 5 bulan, 3 minggu dan 5 hari (Tanpa ada satupun gelar tim penting yg mampu saya raih). Dan mungkin, pertandingan tersebut juga akan menjadi penampilan saya yg terakhir untuk Indonesia (Semoga saja tidak)..
Sejujurnya malam itu saya ingin menangis, akan tetapi hati kecil saya mengatakan “JANGAN”. Sebagai pemain senior, tentu saya bertanggung jawab untuk membesarkan hati seluruh punggawa tim ini. Saya harus tetap memelihara keyakinan seluruh pemain, jika masih ada hari esok. Saya harus tetap memberi semangat kepada mereka, jika kegagalan ini bukanlah akhir dari segalanya. Saat itu, saya berusaha sebisa mungkin untuk terlihat tegar, walaupun sejujurnya hati saya juga retak..
Saya menepuk pundak Hamka, Maman, Markus, Nasuha, Zulkifli, Christian, Bustomi dan beberapa pemain yg lain sambil berkata, “Hey,, kita sudah melakukan yg terbaik kawan, tidak ada yg perlu di sesalkan’. Saya juga sempat memeluk Irfan Bachdim yg tengah menangis dan berkata, “It’s ok Irfan, maybe next time bro, maybe next time”. Saya juga menghampiri Arif Suyono yg nampak menangis tersedu-sedu di ujung bangku cadangan sembari berbisik, “Isin rek ketok no TV nangismu hehehe” (Malu ah loe nangis keliatan di TV itu hehehe)..
Tidak lupa, saya juga membesarkan hati Firman Utina, yg tengah merasa sangat bersalah dengan kegagalannya dalam menuntaskan tendangan 12 pas malam itu. Ketika itu saya berkata “Terlepas dari kegagalan pinalti tadi, loe udah nglakuin tugas yg luar biasa buat tim ini Man. Siapapun bisa gagal pinalti sob, gue juga sering. Loe pantes jadi pemain terbaik AFF kali ini Man, Selamat..!!”..
Saya berkewajiban membesarkan hati seluruh pemain yg sebagian besar masih berusia muda, karena mereka masih mempunyai masa depan yg sangat panjang. Di depan mereka, sudah menunggu sebuah tanggung jawab yg juga tidak kalah besar  di event-event berikutnya di antarnya Sea Games, Pra Olimpiade maupun Penyisihan Piala Dunia yg akan di helat dalam waktu dekat..
Kekalahan ini memang sangat menyakitkan, akan tetapi tidak seharusnya hal tersebut diratapi dengan terlalu berlebihan. Kegagalan ini memang menyisakan kepedihan, akan tetapi hal itu jangan sampai memadamkan semangat dan mimpi kita bersama, untuk memajukan persepakbolaan negeri ini..
Karena, keyakinan itu hendaknya harus tetap ada di hati kita semua. Semangat itu harus tetap menggelora di jiwa kita bersama. Sehingga sudah seharusnya, jika kita tetap berteriak dengan lantang:
“Tetap Semangat Garudaku…!!!”

Ditulis oleh  : bambang pamungkas (bp20)
Sumber        : www.bambangpamungkas20.com

Sistem Keamanan Komputer

Setiap komputer pasti mempunyai celah untuk dibobol. Jika suatu sistem komputer tidak mempunyai tameng yang kuat, bukan tidak mungkin sistem komputer akan mudah ditembus oleh berbagai virus maupun keylogger. Karena itu, sebuah sistem komputer diperlukan sebuah keamanan biasa disebut Sistem Keamanan Komputer, lalu apa definisinya Sistem Keamanan Komputer ?.

Sistem Keamanan Komputer ialah suatu sistem yang kita gunakan untuk mengamankan komputer kita dari serangan pihak luar, baik berupa serangan virus, spyware, rootkit dll.

Berikut beberapa komponen yang diperlukan pada sistem keamanan tersebut :
Anti virus.
Anti-Virus sebuah software untuk membasmi berbagai macam virus. Pandai - pandai dalam memilih Anti-Virus, meskipun banyak jenis dan nama, tentu Anti-Virus juga dapat kekurangan. Untuk itu usahakan Anti-Virus selalu terupdate.

Anti-Spyware.
Karena memang sifat spyware dan virus ini berbeda, sehingga anti virus tidak bisa menangani spyware dengan baik. Seperti halnya anti virus, anti spyware juga haruslah terupdate tiap saat dan memiliki fasilitas real time protection. Apapun anti spyware yang anda pakai, sebaiknya memiliki fasilitas di atas.

Firewall.
Firewall ini melindungi dari tangan- tangan jahil di network anda. Jadi jika komputer anda hanya single alone, dipakai di rumah, maka firewall bisa diabaikan. Untuk firewall, anda bisa memakai bawaan windows, atau jika anda ingin yang lebih fleksible dan aman, anda bisa menggunakan firewall lain.

Perkembangan Arsitektur Komputer

Komputer yang kita pakai sekarang sudah merasakan beberapa kali evolusi, sebelum dibuat diperlukan sebuah rancangan terlabih dahuli atau Design Komputer. Design Komputer adalah seni menghasilkan komputer menurut spesifIkasi biaya
dan kinerja yang berdaya saing. Arsitektur komputer adalah seni membuat spesifIkasi
yang berlaku sepanjang beberapa generasi teknologi.

Seperti Johann Sebastian Bach, yang menggubah musik untuk dimainkan dengan piano,
menghadapi kendala selera instrumen dan cita rasa musik pada jamannya. Dalam
keberadaan kendala tersebut, ia menghasilkan melodi tambahan dalam suatu
aransemen yang kompleks dan dalam irama gembira. Kita masih bisa menikmatinya
sekarang, sekitar 250 tabun darijamannya. Kejeniusannya menggema sepanjang 10 enerasi manusia, yang hidup lebih lama dari pada gelombang perubahan artistik, politik, dan sosial.

Di atas ialah sebuah analogi tentang sebuah evolusi, begitu pula komputer juga memiliki beberapa evolusi. Para perancang komputer, menggunakan bakat dan kepandaian untuk memanfaatkan teknologi yang telah ada dengan tepat. Permasalahan yang dihadapai para perancang komputer ialah menyusun bagian yang memanfaatkan atau mengeksploitir seperangkat teknologi barn, khususnya apabila anda belum mengetabui secara pasti mengenai teknologi yang akan ada.

Arsitek komputer, harns melihat 20 tabun ke depan dan memvi- sualisasikan
teknologi masa datang, agar ia dapat menciptakan mesin atau komputer yang dapat
mengikuti perubahan teknologi dengan baik. Pada dua dekade yang lalu, kebanyakan
arsitek tidak menyadari bahwa keputusannya untuk merancang mesin yang barn
akan berdampak pada mesin yang dirancang 20 tahun atau lebih pada masa
berikutnya.

Mari kita maju beberapa tahun kemudian, pada tahun 1960-an,dihasilkan gagasan mengenai rumpun komputer. Di sini seluruh anggota rumpun atau keluarga menjalankan program yang sarna dan memelihara kompatibilitas dengan hardware generasi sebelumnya apabila akan dilakukan implementasi yang berdasarkan pada teknologi yang barn. Apa yang membuat rumpun komputer berhasil? Kuncinya adalah dengan menciptakan
arsitektur yang dapat diimplementasikandengan berbagai cara, untuk menjangkau
berbagai macam tingkat biaya dan kinerja. Setiap implementasi harns bersifat
kompetitif, narnun semua implementasiharns kompatibel (serasi-pasang).Program
yang berjalan pada anggota rumpun tingkat dasar juga harns bisa dijalankan pada
semua anggota rumpun tingkat yang lebih atas. Sebaliknya, program yang
dipindahkan dari mesin yang berdaya tinggi ke mesin yang berdaya lebih rendah
juga harns berjalan secara kompatibel, dengan memberikan mesin yang berdaya
rendah tersebut dengan memori dan kemampuan disk yang memadai untuk
mendukung kerjanya.